Senin, 09 Juni 2014

Pertemuan Kedua Dr. Hasbir - Sebuah Ulasan



Dr. Hasbir memulai kuliah sore ini agak terlambat dari jadwalnya. Bisa dimaklumi sebab beliau berangkat dari Kampus Tamalanrea menuju Kandea pasti melewati titik macet  disebabkan jam pulang kerja di sekitar tugu Adipura. Adapun pembahasan sore ini mengenai pembuktian dan asuransi.  

Pertanyaan awal yang dilontarkan untuk memulai pembahasan, yaitu kenapa perlu dibuat perjanjian? 

Antara penjual dan pembeli harus ada perjanjian di bawah akta notaris. Surat perjanjian yang dibuat bisa menjadi bukti jika suatu saat timbul perkara antara kedua belah pihak. Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata, pada saat gelar perkara di pengadilan, alat bukti yang pertama dicari adalah surat.
Surat itu sendiri ada yang merupakan akta, dan ada pula yang bukan akta. Akta pun ada yang otentik dan ada akta di bawah tangan. 

Adapun yang dimaksud dengan Hukum Acara Perdata yaitu rangkaian peraturan hukum yang menentukan bagaimana cara-cara mengajukan ke depan pengadilan perkara-perkara keperdataan dalam arti luas (meliputi juga Hukum Dagang) dan cara-cara melaksanakan putusan-putusan hakim juga diambil berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, dapat juga disebut rangkaian peraturan-peraturan hukum tentang cara-cara memelihara dan mempertahankan Hukum Perdata Material. Perkara perdata ialah suatu perkara mengenai perselisihan antara kepentingan perseorangan atau antara kepentingan suatu badan pemerintah dengan kepentingan perseorangan, seperti perselisihan tentang perjanjian jual beli atau sewa menyewa, pembagian warisan dan sebagainya. Adapun lapangan keperdataan itu memuat peraturan-peraturan tentang keadaan hukum dan perhubungan hukum yang mengenai kepentingan-kepentingan perseorangan, seperti persoalan perkawinan, jual beli, sewa menyewa, hutang piutang, hak milik, warisan, dan lain-lain sebagainya.

Pak Subagio menyampaikan perkara perdata yang pernah dialami oleh keluarga beliau, yaitu soal sengketa kepemilikan tanah. Sebidang tanah yang sertifikat hak miliknya dipegang oleh kakek Pak Subagio diklaim dimiliki oleh seorang yang hanya memegang rinci. Ia pun mengajukan perkara ini ke pengadilan. Putusan hakim memenangkan penggugat yang hanya memegang rinci tersebut. Meskipun telah beberapa kali banding, keputusan tetap sama. 

Pak Hasbir kembali menjelaskan bahwa itulah realitas hukum saat ini, hasil putusan tergantung sarapan pagi sang hakim (sebuah ungkapan yang dapat berarti suap yang diterima).  
Jadi, di Indonesia tata hukum kita masih perlu banyak pembenahan, termasuk selektif dalam proses perekrutan hakim, pengaturan pengadilan, dan sebagainya. Independensi hakim menjadi prasyarat utama dalam penegakan hukum yang berasas keadilan. Independensi inilah yang banyak dipersoalkan dan menjadi sorotan saat ini. 

Sebagai contoh, Eman Suparman pernah menyebutkan sederet kejanggalan dalam pengadilan pajak. Pertama, para hakim pengadilan pajak digaji oleh Kementerian Keuangan, bukan oleh Mahkamah Agung seperti semua hakim lainnya di Indonesia. Kedua, gedung peradilan pajak berada di bawah naungan Kementerian Keuangan, bukan Pengadilan Tata Usaha Negara. Pertanyaannya, bagaimana mereka bisa independen ?

Dr. Hasbir menganalogikan kondisi pengadilan saat ini di Indonesia seperti mesin, di mana saat pertama masuk kita masih utuh, namun pas keluar bisa jadi berbentuk sosis. Menurut beliau, yang menentukan bukan apa yang tertulis di pengadilan, melainkan apa yang terjadi di belakang pengadilan. 

Putusan yang dihasilkan oleh pengadilan pun dapat berbeda antara hakim pria dan hakim wanita. Sebagai contoh, Dr. Hasbir menjelaskan bahwa pada kasus menyangkut tindakan asusila misalnya, vonis yang diberikan oleh hakim wanita akan lebih berat bila dibandingkan dengan hakim pria karena sang hakim melibatkan perasaannya sebagai seorang wanita. 

Mengenai hukum asuransi, menurut Pak Hasbir, Asuransi itu usaha untung-untungan. Jika apa yang diperjanjikan dalam kontrak asuransi tidak terjadi maka perusahaan untung, sebaliknya apabila terjadi, perusahaan harus membayar klaim dari klien sebesar nominal yang telah ditentukan sebelumnya.
Pak Habir menceritakan sebuah kejadian di mana seorang klien asuransi mencoba untuk mendapatkan klaim dengan merekayasa peristiwa yang merugikannya. Ia membujuk seorang yang kurang waras untuk membakar sebuah gudang yang dimilikinya sehingga ia dapat meminta klaim, namun setelah penyelidikan penyebab peristiwa yang dilakukan oleh pihak asuransi, terbukti bahwa ada unsur kesengajaan dan ketika pelaku ditanyai ia mengaku disuruh oleh si pemilik gudang tersebut. 

Beberapa uraian di atas memperlihatkan betapa mahalnya nilai kejujuran dan keadilan saat ini. Benarkah bangsa kita mengalami degradasi moral saat ini ?

Serta apakah sudah seburuk ini kondisi penegakan hukum di negeri kita tercinta ?

... Coba bertanya pada rumput yang bergoyang (Ebit G. Ade)

0 komentar:

Posting Komentar