Dr. Hasbir memulai kuliah sore
ini agak terlambat dari jadwalnya. Bisa dimaklumi sebab beliau berangkat dari
Kampus Tamalanrea menuju Kandea pasti melewati titik macet disebabkan jam pulang kerja di sekitar tugu
Adipura. Adapun pembahasan sore ini mengenai pembuktian dan asuransi.
Pertanyaan awal yang dilontarkan
untuk memulai pembahasan, yaitu kenapa perlu dibuat perjanjian?
Antara penjual dan pembeli harus
ada perjanjian di bawah akta notaris. Surat perjanjian yang dibuat bisa menjadi
bukti jika suatu saat timbul perkara antara kedua belah pihak. Berdasarkan
Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata, pada saat gelar perkara di pengadilan,
alat bukti yang pertama dicari adalah surat.
Surat itu sendiri ada yang
merupakan akta, dan ada pula yang bukan akta. Akta pun ada yang otentik dan ada
akta di bawah tangan.
Adapun yang dimaksud dengan Hukum
Acara Perdata yaitu rangkaian peraturan hukum yang menentukan bagaimana
cara-cara mengajukan ke depan pengadilan perkara-perkara keperdataan dalam arti
luas (meliputi juga Hukum Dagang) dan cara-cara melaksanakan putusan-putusan
hakim juga diambil berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, dapat juga disebut
rangkaian peraturan-peraturan hukum tentang cara-cara memelihara dan
mempertahankan Hukum Perdata Material. Perkara perdata ialah suatu perkara
mengenai perselisihan antara kepentingan perseorangan atau antara kepentingan
suatu badan pemerintah dengan kepentingan perseorangan, seperti perselisihan
tentang perjanjian jual beli atau sewa menyewa, pembagian warisan dan
sebagainya. Adapun lapangan keperdataan itu memuat peraturan-peraturan tentang
keadaan hukum dan perhubungan hukum yang mengenai kepentingan-kepentingan
perseorangan, seperti persoalan perkawinan, jual beli, sewa menyewa, hutang
piutang, hak milik, warisan, dan lain-lain sebagainya.
Pak Subagio menyampaikan perkara
perdata yang pernah dialami oleh keluarga beliau, yaitu soal sengketa kepemilikan
tanah. Sebidang tanah yang sertifikat hak miliknya dipegang oleh kakek Pak
Subagio diklaim dimiliki oleh seorang yang hanya memegang rinci. Ia pun
mengajukan perkara ini ke pengadilan. Putusan hakim memenangkan penggugat yang
hanya memegang rinci tersebut. Meskipun telah beberapa kali banding, keputusan
tetap sama.
Pak Hasbir kembali menjelaskan
bahwa itulah realitas hukum saat ini, hasil putusan tergantung sarapan pagi
sang hakim (sebuah ungkapan yang dapat berarti suap yang diterima).
Jadi, di Indonesia tata hukum
kita masih perlu banyak pembenahan, termasuk selektif dalam proses perekrutan
hakim, pengaturan pengadilan, dan sebagainya. Independensi hakim menjadi prasyarat
utama dalam penegakan hukum yang berasas keadilan. Independensi inilah yang
banyak dipersoalkan dan menjadi sorotan saat ini.
Sebagai contoh, Eman Suparman
pernah menyebutkan sederet kejanggalan dalam pengadilan pajak. Pertama, para
hakim pengadilan pajak digaji oleh Kementerian Keuangan, bukan oleh Mahkamah
Agung seperti semua hakim lainnya di Indonesia. Kedua, gedung peradilan pajak
berada di bawah naungan Kementerian Keuangan, bukan Pengadilan Tata Usaha
Negara. Pertanyaannya, bagaimana mereka bisa independen ?
Dr. Hasbir menganalogikan kondisi
pengadilan saat ini di Indonesia seperti mesin, di mana saat pertama masuk kita
masih utuh, namun pas keluar bisa jadi berbentuk sosis. Menurut beliau, yang
menentukan bukan apa yang tertulis di pengadilan, melainkan apa yang terjadi di
belakang pengadilan.
Putusan yang dihasilkan oleh
pengadilan pun dapat berbeda antara hakim pria dan hakim wanita. Sebagai
contoh, Dr. Hasbir menjelaskan bahwa pada kasus menyangkut tindakan asusila misalnya, vonis yang
diberikan oleh hakim wanita akan lebih berat bila dibandingkan dengan hakim
pria karena sang hakim melibatkan perasaannya sebagai seorang wanita.
Mengenai hukum asuransi, menurut
Pak Hasbir, Asuransi itu usaha untung-untungan. Jika apa yang diperjanjikan
dalam kontrak asuransi tidak terjadi maka perusahaan untung, sebaliknya apabila
terjadi, perusahaan harus membayar klaim dari klien sebesar nominal yang telah
ditentukan sebelumnya.
Pak Habir menceritakan sebuah
kejadian di mana seorang klien asuransi mencoba untuk mendapatkan klaim dengan
merekayasa peristiwa yang merugikannya. Ia membujuk seorang yang kurang waras
untuk membakar sebuah gudang yang dimilikinya sehingga ia dapat meminta klaim,
namun setelah penyelidikan penyebab peristiwa yang dilakukan oleh pihak
asuransi, terbukti bahwa ada unsur kesengajaan dan ketika pelaku ditanyai ia
mengaku disuruh oleh si pemilik gudang tersebut.
Beberapa uraian di atas
memperlihatkan betapa mahalnya nilai kejujuran dan keadilan saat ini. Benarkah
bangsa kita mengalami degradasi moral saat ini ?
Serta apakah sudah seburuk ini
kondisi penegakan hukum di negeri kita tercinta ?
... Coba bertanya pada rumput yang bergoyang (Ebit G. Ade)

0 komentar:
Posting Komentar