Minggu, 01 Juni 2014

Kuliah Perdana Dr. Hasbir - Sebuah Ulasan


Masihkah Dewi Themis bersama Kita saat ini ?
 
Awalnya, Kami mengira kalau dosen yang masuk Jum’at sore ini (30 Mei) adalah Prof. Syamsu Alam, tetapi Dr. Hasbir dijadwalkan lebih dahulu untuk mengajarkan Hukum Komersial. 


Pertemuan ini membahas dua materi yaitu hukum kontrak dan Jaminan, yang mana kedua-duanya termaktub dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer). Dr. Hasbir menjelaskan bahwa KUHPer yang berlaku di Indonesia merupakan kodifikasi dari Kitab Undang-undang Hukum Sipil (Burgerlijk Wetboek), disingkat KUHS yang digunakan oleh Belanda.

Namun, bila dilihat lebih jauh, KUHS yang dimiliki oleh Belanda sebagian besar adalah hukum perdata Prancis, yaitu Code Napoleon tahun 1811-1838 akibat pendudukan Prancis di Belanda. Sebagian dari Code Napoleon ini adalah Code Civil, yang dalam penyusunan-penyusunanya mengambil karangan-karangan pengarang-pengarang bangsa Prancis tentang hukum Romawi (Corpus Julis Civilis), yang pada jaman dahulu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. 

Setelah  pendudukan Prancis berakhir, oleh Pemerintah Belanda dibentuk suatu panitia yang bertugas untuk membuat rencana kodifikasi hukum perdata Belanda dengan menggunakan sebagai sumber sebagian besar “Code Napoleon” dan sebagian kecil hukum Belanda kuno. 

Dr. Hasbir menyampaikan bahwa beberapa perusahaan memilih untuk berhubungan dengan perusahaan yang berbadan hukum seperti Perseroan Terbatas (PT) karena lebih aman. 

Benarkah demikian ?

Jika kita menengok kasus yang dialami oleh Mantan Dirut PT Merpati Airlines,  Hotasi Nababan. Dalam putusannya, Hotasi terbukti telah merugikan negara sebesar 1 juta USD atau sekitar Rp 10 milyar terkait penyewaan pesawat Boeing 737-400 dan 737-500. Dengan cara, memperkaya korporasi penyewaan pesawat yang berasal dari Amerika Serikat yaitu Thirdtone Aircraft Leasing Group (TALG). Kasus ini berawal saat adanya perjanjian antara Merpati dengan perusahaan TALG pada Desember 2006.

Dalam perjanjian itu, TALG menyatakan kesiapannya untuk memenuhi permintaan penyewaan pesawat jenis Boeing 737-400 dan 737-500. Lalu Merpati mengirimkan uang sebesar 1 juta USD sebagai jaminan atau security deposit  yang ditempatkan di Law Firm Hume di Washington yang bertindak sebagai ’custodian’ dalam perjanjian kedua belah pihak. Namun hingga Januari 2007, TALG belum memenuhi permintaan Merpati untuk menyediakan pesawat tersebut. Namun, faktanya uang security deposit itu tidak bisa ditarik kembali. 

Dengan demikian, berperkara baik dengan perusahaan baik yang berbadan hukum maupun yang tidak, sama-sama beresiko. Apalagi keputusan pengadilan saat ini pun khususnya di Indonesia, menurut Dr. Hasbir masih dipengaruhi oleh sarapan pagi Hakim yang mulia.  Pengacara yang mendampingi penggugat maupun tergugat pun masih perlu dipertanyakan integritasnya mengingat ada dua jenis pengacara, seperti yang disebutkan oleh Dr. Hasbir yaitu pengacara yang tahu hukum dan pengacara yang tahu hakim. [teman-teman sudah bisa membedakan tentunya]


 

Hal ini tak sejalan dengan simbol keadilan dalam hukum yang dilambangkan oleh patung Dewi Themis/Dewi Justitia/Dewi Keadilan dengan mata tertutup menggenggam sebilah pedang, mengangkat timbangan, yang bermakna bahwa dalam menegakkan hukum seyogyanya seorang hakim bersifat netral, mengadili dengan benar, dan memvonis hukuman yang sesuai atas terdakwa. Atau seperti Matt, tokoh utama film Dare Devil, yang merupakan seorang pengacara yang sejak kecil telah mengalami kebutaan akibat air keras. Termotivasi untuk membalaskan dendam ayahnya yang dihabisi oleh penjahat yang tidak bertanggungjawab dan tidak ditahan oleh aparat penegak hukum saat itu, ia kemudian menjadi pengadilan terakhir bagi para kriminal di kotanya terutama yang berhubungan dengan klien yang ia layani dan oleh pengadilan divonis bebas akibat suap yang diterima oleh hakim. Dalam kebutaannya, ia berusaha menegakkan keadilan di tengah kebobrokan moral para aparat penegak hukum. Dewi Themis mewujud dalam sosok yang digambarkan oleh Dare Devil. Di Jepang pun, pernah dibuat sebuah film yang serupa dengan sosok Dare Devil, yaitu Zatoichi, seorang pemain pedang buta, yang bertarung mengandalkan pendengarannya. Pedang Katana adalah jiwa para Samurai, ksatria Jepang. Pedang Samurai adalah penjamin kebebasan dan kemurnian. Sehingga di kalangan Samurai dikenal istilah “Jalan Pedang”, yang mencakup nilai-nilai luhur yang perlu dianut oleh seorang Samurai meliputi kejujuran, tanggung jawab, kepercayaan, kesetiaan, kerja keras dan sebagainya, di mana mereka akan seppuku atau bunuh diri bila melanggar prinsip tersebut dengan cara hara kiri (belah perut) menggunakan tanto (belati seukuran pisau) dan didampingi oleh seorang asisten untuk menyelesaikan upacara itu dengan menebas kepala pelaku seppuku tersebut. Para penegak hukum di negeri ini seharusnya menanamkan prinsip tersebut di dalam pribadinya dan siap menanggung hukuman saat melecehkan keadilan, bukannya menjadi pecundang dan bersembunyi di negera lain. 

Dewi Themis telah menjelma dalam berbagai sosok dalam upaya menegakkan keadilan di panggung dunia ini.

Pertanyaannya Kemudian: Di Indonesia, masihkah Dewi Themis bersama kita ?



0 komentar:

Posting Komentar