Masihkah
Dewi Themis bersama Kita saat ini ?
Pertemuan
ini membahas dua materi yaitu hukum kontrak dan Jaminan, yang mana kedua-duanya
termaktub dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer). Dr. Hasbir
menjelaskan bahwa KUHPer yang berlaku di Indonesia merupakan kodifikasi dari
Kitab Undang-undang Hukum Sipil (Burgerlijk
Wetboek), disingkat KUHS yang digunakan oleh Belanda.
Namun, bila dilihat
lebih jauh, KUHS yang dimiliki oleh Belanda sebagian besar adalah hukum perdata
Prancis, yaitu Code Napoleon tahun 1811-1838 akibat pendudukan Prancis di
Belanda. Sebagian dari Code Napoleon ini adalah Code Civil, yang dalam
penyusunan-penyusunanya mengambil karangan-karangan pengarang-pengarang bangsa
Prancis tentang hukum Romawi (Corpus Julis Civilis), yang pada jaman dahulu
dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.
Setelah pendudukan Prancis berakhir, oleh Pemerintah
Belanda dibentuk suatu panitia yang bertugas untuk membuat rencana kodifikasi
hukum perdata Belanda dengan menggunakan sebagai sumber sebagian besar “Code
Napoleon” dan sebagian kecil hukum Belanda kuno.
Dr. Hasbir menyampaikan
bahwa beberapa perusahaan memilih untuk berhubungan dengan perusahaan yang
berbadan hukum seperti Perseroan Terbatas (PT) karena lebih aman.
Benarkah demikian ?
Jika kita menengok
kasus yang dialami oleh Mantan Dirut PT Merpati Airlines, Hotasi Nababan. Dalam putusannya, Hotasi
terbukti telah merugikan negara sebesar 1 juta USD atau sekitar Rp 10 milyar
terkait penyewaan pesawat Boeing 737-400 dan 737-500. Dengan cara, memperkaya
korporasi penyewaan pesawat yang berasal dari Amerika Serikat yaitu Thirdtone
Aircraft Leasing Group (TALG). Kasus ini berawal saat adanya perjanjian antara Merpati
dengan perusahaan TALG pada Desember 2006.
Dalam perjanjian itu,
TALG menyatakan kesiapannya untuk memenuhi permintaan penyewaan pesawat jenis
Boeing 737-400 dan 737-500. Lalu Merpati mengirimkan uang sebesar 1 juta USD
sebagai jaminan atau security deposit yang ditempatkan di Law Firm Hume di
Washington yang bertindak sebagai ’custodian’
dalam perjanjian kedua belah pihak. Namun hingga Januari 2007, TALG belum
memenuhi permintaan Merpati untuk menyediakan pesawat tersebut. Namun, faktanya
uang security deposit itu tidak bisa
ditarik kembali.
Dengan demikian, berperkara
baik dengan perusahaan baik yang berbadan hukum maupun yang tidak, sama-sama
beresiko. Apalagi keputusan pengadilan saat ini pun khususnya di Indonesia,
menurut Dr. Hasbir masih dipengaruhi oleh sarapan pagi Hakim yang mulia. Pengacara yang mendampingi penggugat maupun
tergugat pun masih perlu dipertanyakan integritasnya mengingat ada dua jenis
pengacara, seperti yang disebutkan oleh Dr. Hasbir yaitu pengacara yang tahu
hukum dan pengacara yang tahu hakim. [teman-teman sudah bisa membedakan
tentunya]
Hal ini tak sejalan
dengan simbol keadilan dalam hukum yang dilambangkan oleh patung Dewi Themis/Dewi
Justitia/Dewi Keadilan dengan mata tertutup menggenggam sebilah pedang,
mengangkat timbangan, yang bermakna bahwa dalam menegakkan hukum seyogyanya
seorang hakim bersifat netral, mengadili dengan benar, dan memvonis hukuman
yang sesuai atas terdakwa. Atau seperti Matt, tokoh utama film Dare Devil, yang
merupakan seorang pengacara yang sejak kecil telah mengalami kebutaan akibat
air keras. Termotivasi untuk membalaskan dendam ayahnya yang dihabisi oleh
penjahat yang tidak bertanggungjawab dan tidak ditahan oleh aparat penegak
hukum saat itu, ia kemudian menjadi pengadilan terakhir bagi para kriminal di
kotanya terutama yang berhubungan dengan klien yang ia layani dan oleh
pengadilan divonis bebas akibat suap yang diterima oleh hakim. Dalam
kebutaannya, ia berusaha menegakkan keadilan di tengah kebobrokan moral para
aparat penegak hukum. Dewi Themis mewujud dalam sosok yang digambarkan oleh
Dare Devil. Di Jepang pun, pernah dibuat sebuah film yang serupa dengan sosok
Dare Devil, yaitu Zatoichi, seorang pemain pedang buta, yang bertarung
mengandalkan pendengarannya. Pedang Katana adalah jiwa para Samurai, ksatria
Jepang. Pedang Samurai adalah penjamin kebebasan dan kemurnian. Sehingga di
kalangan Samurai dikenal istilah “Jalan Pedang”, yang mencakup nilai-nilai
luhur yang perlu dianut oleh seorang Samurai meliputi kejujuran, tanggung
jawab, kepercayaan, kesetiaan, kerja keras dan sebagainya, di mana mereka akan seppuku atau bunuh diri bila melanggar
prinsip tersebut dengan cara hara kiri (belah
perut) menggunakan tanto (belati
seukuran pisau) dan didampingi oleh seorang asisten untuk menyelesaikan upacara
itu dengan menebas kepala pelaku seppuku tersebut.
Para penegak hukum di negeri ini seharusnya menanamkan prinsip tersebut di
dalam pribadinya dan siap menanggung hukuman saat melecehkan keadilan, bukannya
menjadi pecundang dan bersembunyi di negera lain.
Dewi Themis telah
menjelma dalam berbagai sosok dalam upaya menegakkan keadilan di panggung dunia
ini.
Pertanyaannya Kemudian:
Di Indonesia, masihkah Dewi Themis bersama kita ?


0 komentar:
Posting Komentar